Total Pageviews

Sunday 21 May 2023

SALAH PRIORITAS PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JOKOWI?

 Bismillahirohmanirohim.

 

Assalamu'alaikum wr. wb. Salam Nusantara!

 

Konstelasi pemilu 2024 telah mulai terasa. Saat ini, pada tanggal 20 Mei, sudah ada tiga bakal calon presiden yang diusung oleh berbagai partai dan siap berkompetisi dalam pemilihan presiden tahun depan.

 

Jika kita melihat di media sosial, para pendukung bakal calon presiden, simpatisan, dan buzzer telah membanjiri platform tersebut dengan isu-isu politik. Mereka menggunakan berbagai strategi untuk mengangkat calon yang didukungnya dan sekaligus mencemarkan citra calon lawannya. Ketika saya menyebut buzzer di tulisan ini, saya tidak hanya merujuk pada buzzer bayaran yang semakin marak belakangan ini. Bagi saya, pekerjaan mereka adalah hal yang wajar selama mereka tidak menyebarkan ujaran kebencian, hoaks, atau kebohongan publik. Yang saya maksud dengan buzzer di sini adalah tokoh-tokoh publik, aktivis, atau selebritis yang menggunakan pengaruh mereka untuk mendukung calon pilihan mereka dan mencoba menjatuhkan lawan politiknya.

 

Sebagai penegasan, tulisan ini sebenarnya bukan untuk mendukung salah satu calon atau kelompok tertentu. Saya lebih tertarik pada edukasi publik dalam menghadapi isu-isu yang beredar, sehingga kita tidak terjebak dalam perangkap isu politik yang bisa mempengaruhi pemilihan kita. Tujuan saya adalah agar kita semua menjadi cerdas dalam memilih isu yang benar dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan kita nantinya.

 

Salah satu isu yang ingin saya angkat saat ini adalah tentang kritik terhadap pembangunan infrastruktur yang dianggap gagal selama pemerintahan Jokowi. Narasi yang berkembang adalah bahwa pembangunan infrastruktur, terutama jalan raya, tidak tepat sasaran. Mereka berpendapat bahwa banyak jalan yang rusak di berbagai wilayah di negeri ini. Mengapa isu ini diangkat? Hal ini disebabkan oleh viralnya kritik terhadap pemerintahan daerah di Lampung karena banyaknya jalan rusak yang tidak diperbaiki selama bertahun-tahun.

 

Narasi yang berkembang menyatakan bahwa banyaknya jalan rusak di daerah adalah kesalahan pemerintah pusat dalam prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur jalan. Sehingga, masih banyak jalan yang rusak bukan hanya di Lampung, tetapi juga di daerah lain. Namun, apakah narasi tersebut benar dan dapat dijadikan dasar untuk menyalahkan pemerintah pusat dalam prioritas pembangunan?

 

Saat ini, kita telah mengadopsi sistem otonomi daerah, yang mengatur pembagian wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini juga berlaku dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan raya. Kita mengenal istilah jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota. Mengapa ada pembagian tersebut? Ini karena adanya tugas dan tanggung jawab yang terbagi dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan. Jadi, ketika ada jalan yang rusak, harus dilihat terlebih dahulu apakah itu jalan nasional, provinsi, atau kabupaten/kota. Jika jalan yang rusak adalah jalan provinsi, maka seharusnya pemerintah daerah yang harus diperiksa dan menjadi sorotan atas kegagalannya.

 

Namun, dalam berbagai narasi yang beredar, terkesan seolah-olah semua jalan rusak dan kurangnya akses jalan di semua daerah adalah tanggung jawab presiden saat ini. Tentu saja, narasi seperti ini tidak bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada rakyat dalam memilih pemimpin di masa depan. Dengan melemparkan seluruh tanggung jawab kepada pemerintah pusat, masyarakat menjadi tidak menyadari bahwa seharusnya mereka mengkritisi pemerintah daerah, yang mungkin gagal dalam membangun infrastruktur tersebut dan justru menjadi kelompok yang menyerang pemerintah dengan isu ini. Isu-isu semacam ini harus dihadapi dengan kritis oleh masyarakat kita, agar masyarakat tidak terkecoh oleh narasi-narasi yang tidak berdiri dan hanya bertujuan untuk memperbodoh kita.

 

Sebagai catatan, jika para politisi pendukung Anies Baswedan ingin menjadikan calon mereka sebagai antitesis dari pemerintahan Jokowi, sebaiknya tidak menggunakan isu infrastruktur. Mengapa? Karena jika hal itu dilakukan, justru akan menjadi blunder. Jika ada yang percaya atau menerima narasi ini, tentu mereka kurang memiliki intelektualitas yang memadai. Karena secara jujur, dalam hal pembangunan infrastruktur, Anies tidak lebih baik dari Jokowi. Sebagai contoh di Jakarta, pada masa kepemimpinan Jokowi dan Ahok, pembangunan infrastruktur jauh lebih baik. Jalan-jalan diperbaiki dan menjadi bagus, bahkan gang-gang pun ikut diperhatikan. Begitu pula di wilayah tempat saya tinggal, seperti Jagakarsa, Ciganjur, dan Cipedak. Hampir setiap tahun jalan-jalan yang rusak selalu diperbaiki dengan baik, sehingga sangat jarang ada jalan rusak yang tidak diperbaiki selama waktu yang lama. Namun, di era Anies, jalan-jalan atau gang-gang di wilayah saya tidak pernah diperbaiki, meskipun RT/RW sudah mengajukan permohonan bantuan untuk perbaikan infrastruktur, baik itu jalan yang rusak maupun saluran air. Sehingga masyarakat harus berswadaya untuk memperbaikinya sendiri. Bahkan kondisi di gang kami semakin memburuk dengan pembuatan sumur resapan yang dibangun dengan sembarangan. Akibatnya, dari tujuh atau delapan sumur resapan, hanya dua yang benar-benar berfungsi dengan baik karena berada tepat di jalur air. Sisanya hanya membuat jalan menjadi rusak dan tidak rata, serta jalur air sama sekali tidak masuk ke dalam sumur resapan tersebut.

 

Sebagai masukan, jika kubu Anies ingin mengangkat isu yang menjadikan Anies sebagai antitesis Jokowi, sebaiknya bukan mengenai infrastruktur. Jika masyarakat kita sudah lebih cerdas, hal tersebut malah akan merugikan Anies, karena dengan jujur, Anies tidak  lebih baik dari Jokowi dalam hal ini. Sebaiknya, isu yang kurang berhasil di era Jokowi seperti reformasi birokrasi, pendidikan yang merata, kesehatan atau fasilitas kesehatan yang belum merata, dan pemberantasan korupsi bisa diambil sebagai fokus perdebatan.

 

Eh, tapi mungkin sulit bagi mereka untuk membahas pemberantasan korupsi karena saat ini mereka sedang sibuk membela pejabat menteri yang diduga terlibat dalam korupsi. Semoga informasi ini bermanfaat.