Total Pageviews

Tuesday 23 September 2014

ASAL USIL : PILKADA LANGSUNG ATAU OLEH DPRD

Akhir-akhir sedang ramai di beritakan mengenai rencana pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD.  Banyak pro dan kontra yang timbul dari ide tersebut, baik yang pro maupun yang kontra masing2 mempunyai argumen sendiri2 yang masing2 di dasari pada alasan2 tertentu.

Berdasarkan yang saya baca dan lihat dalam berbagai media bahwa pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD di dasarkan karena ongkos yang mahal yang di keluarkan untuk pelaksanaan pilkada tersebut dan juga dampak terhadap masyarakat seperti money politik dan lain sebagainya.

Ada 2 hal yang saya tangkap dari argumen pihak-pihak yang menginginkan pilkada di pilih oleh DPRD ini. Pertama adalah anggapan bahwa masyarakat kita belum mampu memilih sendiri pemimpin mereka, karena kecenderungan masyarakat yang masih memilih berdasarkan siapa yang memberi uang bukan pada kriteria pemimpin seperti apa yang mereka inginkan untuk kepeminpinan ke depan yang dapat membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mereka.  Yang kedua bahwa pemilihan secara langsung ini merusak mental dan moral masyarakat sehingga menimbulkan ekses negatip dalam masyarakat, dan dapat merusak tatanan sosial yang ada.

Hehe secara pribadi sih saya agak tersinggung juga, karena di lain sisi para politikus ini berkata bahwa masyarakat sudah cerdas dalam memilih dan menyikapi sesuatu tapi di lain pihak mereka berpendapat bahwa masyarakat belum bisa memilih dengan baik dan menyikapi sesuatu dengan positif.  Dan anehnya memang masyarakat kita pun sependapat dengan itu. Jadi sebenernya masyarakat kita itu sudah pintar dan dewasa belum ya ???????.

Politik memang penuh dengan intrik dan tarik menarik kepentingan, seperti partai-partai pendukung prabowo yang sekarang ini notabene masih merupakan partai pendukung pemerintahan sby.  Mereka saat ini bahkan sudah memposisikan diri sebagai oposisi pemerintah yang sebenernya masih pemerintahan sby.  Bahkan partai Demokrat yang merupakan partai sby sendiri saat ini sudah berbeda pendapat dengan sby dan agak enggan untuk mendukung sby, terutama dalam hal RUU Pilkada ini. Bahkan dengan tegas beberapa pimpinan partai demokrat menyatakan beda pendapat dengan sby dan ada kemungkinan tidak akan mendukung sby dalam hal pemilihan langsung.

Dan ada lagi komentar dari Mendagri bapak Gamawan Fauzi yang mengatakan bahwa apabila Pilkada di pilih oleh DPRD maka dananya Rp. 0  ?????? masak sih...coba kita lihat berapa sih anggaran yang harus di keluarkan oleh negara untuk sekali rapat, baik itu rapat oleh birokrasi pemerintahan ataupun rapat – rapat yang di adakan oleh legislatif.  Jadi sangat aneh pernyataan bapak Gamawan Fauzi tersebut, tp memang secara value Pilkada oleh DPRD itu lebih murah ketimbang di pilih langsung oleh rakyat.  Tapi masalahnya kepentingan politik akan lebih dominan dalam menentukan kepemimpinan baik di daerah maupun nasional.

Kalau Prabowo memang memiliki grand design mengenai pembangunan di Indonesia baik secara ekonomi, Sosbud dan lain – lain seharusnya beliau juga menolak Pilkada oleh DPRD, karena pada dasarnya Pilkada oleh DPRD tidak mendidik masyarakat untuk melek Politik dan belajar perduli terhadap Pemerintahan.  Keterlibatan masyarakat dalam memilih pemimpinnya menciptakan kepedulian terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahannya, sehingga masyarakat semakin kritis. Yang ada hanya permainan para elit dan masyarakat hanya akan menjadi korban atau objek untuk kepentingan kelompok tertentu.

Pemilihan secara langsung rentan akan money politik dan gesekan antar pendukung, saya rasa hal ini juga terjadi dalam pemilihan legislatif. Sementara kerusuhan yang timbul dalam masyarakat bukan di timbulkan karena adanya pilkada langsung tapi lebih karena masyarakat kita saat ini kurang bisa menerima perbedaan, dan selama ini banyak para tokoh justru mengajarkan kepada masyarakat untuk intoleran bahkan cenderung memaksakan kebenaran mayoritas bukan lagi hukum.  Sehingga terbentuklah masyarakat yang rentan akan konflik karena masing – masing akan berusaha menunjukkan power atau kekuatan mereka terhadap kelompok lain atau minoritas.

Kalau memang grand design itu untuk mencerdaskan masyarakat maka bukan lari dari kenyataan bahwa masyarakat kita intoleran dan mudah di provokasi tapi menghadapinya dengan mencari solusi dan mendidik mental dan moral masyarakat agar lebih cerdas dalam menghadapi perbedaan.  Sikap menolak pilkada langsung dengan dalih banyak terjadi konflik dalam masyarakat adalah bentuk alri dari tanggung jawab seorang pemimpin untuk memajukan pendidikan dan pola pikir masyarakatnya.  Kepentingan masyarakat akan terabaikan.

Dalam hal biaya yang besar untuk pelaksanaan pilkada, saya rasa anggapan bahwa Indonesia ini kaya dan memiliki potensi ekonomi yang besar itu yang harus lebih di utamakan.  Dengan potensi yang di miliki negara kita dan dengan adanya efesiensi belanja negara, dalam hal ini efesiensi bukan bearti mengurangi anggaran tapi memastikan bahwa biaya yang di keluarkan memang susai dengan hasil yang di dapatkan.  Bukan menjadi bancakan dari oknum – oknum tertentu.  Maka biaya tersebut tidaklah ada artinya bahkan akan lebih terasa manfaatnya.

Bagaimanapun juga Pilkada oleh DPRD saat ini hanyalah tujuan jangka pendek dari partai politik yang ingin kekuasaan karena tidak dapat menguasai kekuasaan puncak atau presiden dan tahu akan kalah juga bila mereka mengusung Calon pemimpin daerah yang lebih loyal ke partai ketimbang kepentingan masyarakatnya. 

Saya harap para pemimpin negeri ini benar – benar mempunyai grand design untuk membangun negeri ini, bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek.  Apa yang mereka lakukan saat ini adalah dalam rangka mencapai tujuan atau visi jangka panjang, sehingga sinergi dalam setiap langkah dan kebijakan yang di lakukannya.  Produk yang di hasilkan baik itu berupa undang- undang maupun peraturan- peraturan bukan saling tumpang tindih dan bongkar pasang, tapi selalu melakukan perbaikan  setiap kekurangan dari sistem yang telah di bangun

No comments:

Post a Comment