Total Pageviews

Monday 29 September 2014

RUU PILKADA dan KEGAGALAN REFORMASI...

RUU Pilkada telah di sahkan oleh DPR, dan seperti yang telah di prediksikan sebelumnya Koalisi pendukung pemilihan oleh DPRD menjadi mayoritas dalam voting pengesahan RUU tersebut.  Partai Demokrat yang sebelumnya sempat menjadi harapan banyak pihak sebagai kekuatan yang dapat membendung kekuatan Koalisi yang mendukung pemilihan oleh DPRD ternyata justru menjadi blunder bagi kekuatan pendukung pilkada langsung dengan melakukan aksi walkout yang secara otomatis mengurangi kekuatan pendukung pilkada langsung.
Alasan yang di kemukakan oleh ketua fraksi Demokrat dalam wawancara di sebuah televisi yang beda dari yang lain, mengatakan bahwa pilkada langsung menimbulkan konflik horizontal di masyarakat adalah sebuah PEMBODOHAN bagi rakyat Indonesia.  Kenapa demikian, karena penyebab konflik horizontal bukanlah pilkada langsung tapi sikap intoleransi yang terus di pupuk dan di tumbuhkan dalam masyarakat kita.  Pilkada langsung hanyalah salah satu media intoleransi yang tumbuh dalam masyarakat kita.
Konflik horizontal muncul hampir di setiap peristiwa, terutama yang menyangkut SARA, dan itu merupakan salah satu hal yang di tumbuhkan dalam masyarakat karena dengan sikap intoleransi yang tinggi maka masyarakat kita mudah di provokasi untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis dengan dalih perbedaan sikap dan pandangan di mana mayoritas akan bertindak memaksakan kebenaran yang mereka anut.  Dan hal ini dapat di manfaatkan oleh para elit politik demi kepentingan mereka.
Sungguh alasan bahwa pilkada langsung hanya akan menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat bukanlah hal yang substansial dalam menciptakan masyarakat yang cerdas yang mampu menggunakan logika dan berfikir rasioanal.  Disinilah kecerdasan masyarakat kita di uji, karena pada pemilu yang akan datang akan menentukan apakah kita akan tetap menjadi masyarakat bodoh yang di jadikan alat oleh para elit demi kepentingan mereka ataukah kita mampu menentukan negeri ini di masa yang akan datang. Karena pada dasarnya ketidak pedulian kitalah yang menyebabkan kita tidak berdaya dan di perdaya oleh para elit yang lebih mementingkan kepentingan mereka dan golongan mereka dengan segala buaian kata-kata manis yang di ucapkan.
Semoga apa yang terjadi saat ini dapat membuka pikiran kita untuk lebih peduli dalam menentukan wakil kita di masa depan, karena kitalah sebagai stoke holder yang sebenarnya mampu menentukan nasib bangsa ini.   Karena akan masih banyak kejutan yang akan muncul dalam perpolitikan di negeri ini dalam lima tahun kedepan.  
Refomasi telah gagal dan akan terkubur jika kita tidak peduli akan nasib bangsa ini.  Dalam beberapa diskusi yang saya lakukan dengan teman-teman, beberapa mengatakan bahwa mereka tidak mau tahu karena politik penuh dengan kemunafikan dan kebohongan, tapi justru itulah yang menyebabkan kemunafikan dan kebohongan yang mampu menguasai perpolitikan di negeri ini.  Karena ketidak pedulian kitalah yang menyebabkan orang-orang yang sering kita cacimaki karena kita muak dengan tingkahnya itu dapat duduk di sana dan menentukan negeri ini.  Justru dengan keacuhan kita itulah kita tidak dapat menyuarakan aspirasi kita.  Seringkali kita lupa bahwa kitalah yang menciptakan mereka, kitalah yang menempatkan mereka di sana.
Sebelumnya saya termasuk orang yang memilih untuk tidak memilih dalam beberapa pemilu yang saya ikuti, hal itu saya lakukan karena terus terang sebagai bentuk protes saya terhadap sistem perpolitikan di Indonesia yang tidak memberikan tempat yang luas bagi orang-orang yang kompeten dan peduli terhadap rakyat.  Dan pilkada langusng adalah salah satu alternatf dan sebagai penyeimbang atas politik partai yang selama ini menjadi momok bahwa mereka pada dasarnya bukan menjadi wakil rakyat tetapi wakil partai.  Dimana kepentingan partai lebih utama dari kepentiangan rakyat.  Suara rakyat akan di abaikan jika tidak sesuai dengan keinginan partai.  Dengan pilkada langsung partai akan berfikir ulang untuk mencalonkan kadernya yang loyal tapi tidak punya prestasi yang bagus dalam pandangan masyarakat.  Masyarakat mempunyai bargaining yang tinggi dalam menentukan calon pemimpin yang kompeten dan lebih peduli terhadap kepentingan rakyat.  Memang jumlah pemimpin yang seperti itu belum terlalu banyak jumlahnya, hal itu di karenakan memang masih dalam proses.  
Dengan menafikkan proses tersebut maka itu adalah suatu hal yang sangat keliru.  Tidak ada sesuatu yang instant, di butuhkan proses yang panjang dalam menciptakan pemimpin2 yang kompeten dan berkarakter yang dapat menjadi contoh dan teladan dalam masyarakat kita. Pemimpin yang dapat memajukan negeri ini dan dapat mensejahterakan rakyat.  Sungguh ini adalah ujian terbesar bagi bangsa ini apakah memang sudah cukup cerdas untuk menentukan dirinya sendiri ataukan kita akan tetap terkungkung dalam intrik politik yang selalu sarat dengan kepentingan dan haus kekuasaan.
Selamat datang kembali ORDE BARU....

No comments:

Post a Comment