Total Pageviews

Friday 17 March 2023

Ulama, Politik: Menjawab Tantangan Pemilu 2024

 

Proses demokrasi di Indonesia saat ini didominasi oleh partai politik, hampir semua lini dikuasai oleh orang-orang dari partai politik, mulai dari eksekutif, legislative, bahkan yudikatif. Di eksekutif, mulai dari kepala desa, bupati, walikota, gubernur hingga presiden, sebagian besar dari partai politik. Bahkan kini, banyak birokrat, baik itu pejabat maupun pegawai di birokrasi, terafiliasi dengan partai politik.

Di parlemen, semua anggota DPR dari partai politik, bahkan untuk DPD sekalipun, yang seharusnya ada ruang dan bisa diisi oleh orang non-politikus. Namun, sayangnya hingga saat ini, sebagian anggota DPD adalah dari partai politik.

Pada dasarnya, demokrasi di Indonesia memberikan ruang bagi non-partai politik untuk ikut dalam kancah perpolitikan di Indonesia, terutama dalam pemilihan DPD dan Kepala Daerah. Undang-undang mengatur calon-calon independen untuk bisa bertarung di sana. Namun, memang masalah popularitas dan modal politik menjadi kendala.

Dalam masyarakat muslim Indonesia, terdapat banyak isu politik yang sering kali menjadi dasar pengambilan keputusan tanpa terkonfirmasi kebenarannya, bahkan hoaks. Beberapa penceramah, ustaz, atau ulama seringkali mendiskreditkan ideologi non-agama dan menganggap ilmu agama sebagai solusi atas kemajuan dan kemakmuran bangsa. Sebagai orang yang menguasai ilmu agama, mereka diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam konstelasi politik melalui partisipasi di posisi DPD atau kepala daerah yang disediakan oleh undang-undang. Namun, perlu diingat bahwa partisipasi politik harus dilakukan dengan cara yang benar dan bertanggung jawab, serta memerlukan kompetensi dan pengalaman yang cukup untuk memimpin masyarakat secara adil dan efektif.

Anggapan bahwa seorang ulama tidak boleh berpolitik atau menjadi pemimpin karena adanya hadist bahwa kalau ulama dan umara bersatu, maka bla..bla..bla tidak sepenuhnya benar. Contohnya, Nabi Muhammad SAW sendiri berpolitik dan menjadi pemimpin. Khulafaur Rasyidin juga merupakan ulama sekaligus umara. Bahkan, Umar bin Abd. Aziz, yang merupakan seorang berilmu atau ulama, juga menjadi pemimpin dan menjadi contoh bagi banyak orang, dan sering diceritakan kepemimpinannya oleh para penceramah. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada larangan bagi seorang ulama untuk berpolitik atau menjadi pemimpin, namun tentu saja mereka harus memenuhi persyaratan dan tuntutan yang dibutuhkan untuk memimpin dengan baik, adil, dan bertanggung jawab.

Bagaimana cara para Ulama memperoleh pengaruh di masyarakat? Di Indonesia, hampir di setiap tingkat masyarakat, mulai dari tingkat RT, RW, kelurahan dan seterusnya, terdapat majlis taklim. Apabila majlis taklim ini diisi oleh orang-orang yang memiliki keyakinan yang sama dan berfokus pada peningkatan keimanan dan ketaqwaan, maka ini dapat menjadi sarana yang efektif bagi para Ulama untuk mendapatkan suara dan pengaruh di kalangan masyarakat.

Jika ada kesepakatan dalam konsep kepemimpinan dan pengelolaan Negara dalam lingkungan majelis taklim dan komunitasnya, maka seharusnya majunya para ulama yang di anggap punya kompetensi memiliki pengetahuan dan solusi untuk ummat/rakyat.  Maka tidaklah sulit untuk mengkoordinasikan dalam lingkungan tersebut untuk menentukan personal-personal ulama yang akan di pilih, baik untuk DPD maupun Kepala Daerah.

Selain itu, para ulama juga dapat memanfaatkan media sosial dan platform digital lainnya untuk menyampaikan bagaimana menyelesaikan masalah bangsa dan mengembangkan pengaruhnya di kalangan masyarakat. Dengan menghadirkan konten-konten yang bermanfaat dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, para ulama dapat membangun kredibilitas dan kepercayaan di kalangan masyarakat. Hal ini dapat membantu para ulama untuk memberikan pandangan yang tepat mengenai berbagai isu dan persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, serta memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, para ulama dapat berperan aktif dalam mengembangkan masyarakat dan memajukan bangsa secara keseluruhan.

Namun, untuk mendapatkan suara dan pengaruh yang lebih besar, para Ulama juga perlu menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan pengaruh di masyarakat, seperti pemimpin-pemimpin politik dan tokoh-tokoh masyarakat. Dengan cara ini, para Ulama dapat memperoleh dukungan dan jangkauan yang lebih luas dalam menyebarkan ajaran agama dan memperjuangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam menghadapi pemilu 2024, perlu adanya upaya untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pemilihan pemimpin yang baik dan berkualitas. Salah satu caranya adalah dengan memberikan informasi yang akurat dan terpercaya mengenai calon-calon yang akan bertarung dalam pemilu tersebut. Masyarakat juga perlu didorong untuk berpikir kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu politik yang tidak jelas sumbernya.

Kita percaya, para ulama memiliki kompetensi yang memadai dalam hal kepemimpinan dan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan isi ceramah mereka yang banyak mengklaim bahwa para ulama adalah alternative solusi bagi masyarakat yang ingin mendapatkan kemajuan dan kemakuran.  Sebagai Negara mayoritas muslim harusnya jika masyarakat percaya hal itu maka bukan tidak mungkin para ulama ini dapat terpilih.

Dalam upaya untuk memperkuat demokrasi di Indonesia, peran para ulama dan tokoh agama sangat penting. Namun, perlu diingat bahwa partisipasi mereka dalam kancah politik harus dilakukan dengan cara yang benar dan bertanggung jawab. Para ulama harus memahami bahwa di dalam dunia politik terdapat berbagai kepentingan yang berbeda dan mereka harus dapat memilih kandidat yang mampu memperjuangkan kepentingan umum dengan cara yang baik dan benar.

Demikianlah artikel ini, semoga dapat memberikan gambaran mengenai peran para ulama dalam demokrasi di Indonesia dan juga memberikan inspirasi bagi kita untuk terus memperjuangkan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.

No comments:

Post a Comment