Total Pageviews
Sunday, 6 October 2024
PIRAMIDA EKONOMI DAN SOSIAL
Analisis Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dan Hubungannya dengan Tingkat Pendidikan
Saturday, 5 October 2024
Indonesia menuju krisis ekonomi 98
Wednesday, 11 September 2024
Dialektika dalam Tradisi Ulama Islam yang Hilang
Jumlah pemeluk Islam di Indonesia sangatlah
besar, menjadikannya sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Bahkan, jika kita bandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia memiliki
jumlah sarjana agama Islam yang begitu signifikan, melebihi program studi lain
seperti Ekonomi, Hukum, atau Teknik. Namun, meskipun jumlah sarjana agama
sangat besar, kontribusi nyata mereka terhadap peradaban bangsa, khususnya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masih tergolong kecil.
Salah satu indikator paling mencolok adalah
tingginya angka korupsi di Indonesia. Sebagai bangsa yang mayoritas Muslim,
kita seharusnya mencerminkan nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan oleh
agama Islam, terutama dalam hal amanah, kejujuran, dan tanggung jawab. Ironisnya,
meskipun banyak dari pejabat publik dan tokoh masyarakat yang berlatar belakang
pendidikan agama, mereka justru terlibat dalam kasus-kasus korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, ilmu agama adalah ilmu praktek, yaitu ilmu
yang tidak hanya dipelajari secara teoretis, tetapi diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
1. Islam sebagai Ilmu Praktek:
Ilmu agama Islam adalah ilmu yang mengajarkan
bagaimana seorang Muslim seharusnya berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai umat yang diajarkan untuk menjalankan nilai-nilai kejujuran, keadilan,
kesederhanaan, serta kasih sayang, umat Islam di Indonesia seharusnya menjadi
cerminan nyata dari ajaran-ajaran ini. Namun, fakta di lapangan menunjukkan
adanya disonansi atau ketidakselarasan antara jumlah sarjana agama yang besar
dengan perilaku sosial, politik, dan pemerintahan yang ada.
Keberadaan banyaknya sarjana agama Islam
seharusnya menciptakan transformasi dalam kehidupan bangsa, di mana nafas
ajaran Islam tampak dalam setiap aspek kehidupan masyarakat dan pemerintahan.
Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Praktik korupsi yang meluas, etika
politik yang merosot, hingga perilaku masyarakat yang jauh dari moralitas yang
diajarkan Islam, menimbulkan pertanyaan besar: Apa yang salah dengan pendidikan
agama kita?
2. Hilangnya Dialektika dalam Tradisi Ulama:
Salah satu faktor penyebab lemahnya kontribusi
sarjana agama terhadap peradaban adalah hilangnya dialektika dalam tradisi
ulama. Di masa keemasan Islam, ulama dan cendekiawan Islam terlibat aktif dalam
diskusi, debat, dan pengembangan pemikiran yang kritis. Pemikiran Islam tidak
hanya terbatas pada masalah-masalah fiqih (hukum) semata, tetapi juga mencakup
sains, filsafat, politik, dan sosial. Sayangnya, tradisi diskusi kritis atau
dialektika ini mulai memudar di banyak institusi pendidikan Islam.
Ilmu agama saat ini cenderung diajarkan secara
dogmatis dan tekstual, tanpa memberikan ruang bagi pengembangan pemikiran
kritis. Para sarjana agama dilatih untuk memahami teks-teks agama secara kaku, tanpa
mendorong mereka untuk menganalisis secara mendalam relevansi ajaran Islam
terhadap tantangan zaman modern. Hal ini berdampak pada terbentuknya generasi
yang sulit menyesuaikan ajaran agama dengan realitas sosial dan politik yang
ada.
3. Pentingnya Revitalisasi Pemikiran Kritis
dalam Pendidikan Agama:
Agar pendidikan agama Islam dapat memberikan
kontribusi nyata bagi pembangunan peradaban bangsa, sangat penting untuk
merevitalisasi pemikiran kritis dalam pendidikan agama. Institusi pendidikan
Islam harus mendorong para siswa dan mahasiswa untuk berpikir secara kritis,
tidak hanya terhadap teks-teks agama tetapi juga terhadap realitas sosial yang
ada di sekitarnya.
Pemikiran kritis ini dapat membantu umat Islam
untuk lebih memahami relevansi ajaran Islam dalam konteks modern, termasuk
dalam hal etika politik, pemerintahan, dan masyarakat. Dengan demikian, ilmu
agama dapat menjadi landasan yang kokoh dalam menciptakan masyarakat yang adil,
jujur, dan bermartabat.
4. Memperkuat Peran Sarjana Agama dalam
Masyarakat:
Sarjana agama seharusnya tidak hanya berperan
sebagai pendakwah atau pengajar, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial.
Mereka harus berani terlibat dalam isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan,
serta menjadi contoh dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan publik.
Dengan memperkuat peran sarjana agama di masyarakat, kita bisa berharap terjadi
pergeseran positif dalam perilaku dan kebijakan publik.
Kesimpulan:
Jumlah sarjana agama yang besar di Indonesia
seharusnya memberikan kontribusi signifikan terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara ilmu
agama yang diajarkan dan perilaku nyata di masyarakat. Hilangnya tradisi
dialektika dan pemikiran kritis dalam pendidikan agama menjadi salah satu
faktor utama penyebab lemahnya kontribusi ini. Oleh karena itu, penting bagi
kita untuk merevitalisasi tradisi pemikiran kritis dalam pendidikan agama,
sehingga ajaran Islam dapat lebih relevan dan memberikan dampak nyata dalam
kehidupan sosial, politik, dan pemerintahan.
Thursday, 18 July 2024
KESURUPAN MASSAL
Pak Abdur, guru agama, segera berlari menuju kelas yang sedang heboh. Rupanya, ada tujuh anak perempuan yang kesurupan. Ada yang nyinden, menari, tertawa-tawa, dan menangis. Sementara itu, siswa laki-laki berusaha menjaga mereka agar tidak kemana-mana.
"Ada apa ini?" tanya Pak Abdur kepada seorang siswa yang terlihat kebingungan melihat teman-temannya dalam kondisi seperti itu. Tidak lama kemudian, kepala sekolah sudah hadir di situ, tertarik oleh kehebohan yang terjadi di kelas tersebut.
"Apa yang terjadi, Pak?" tanya kepala sekolah kepada Pak Abdur.
"Anak-anak kerasukan, Pak," jawab Pak Abdur.
"Joni, coba kamu panggil Pak Ustaz sekitar sini yang bisa membantu," kata Pak Abdur kepada salah seorang siswa yang kebetulan tinggal di sekitar sekolah dan tahu orang-orang di lingkungannya.
"Lho, kenapa panggil Ustaz, Pak?" tanya kepala sekolah. "Ini paling tren sekarang, harusnya kita panggil psikiater untuk membantu mereka. Kita ini kan orang-orang terpelajar yang mampu berpikir logis, bukan mistis," lanjut kepala sekolah. Pak Abdur hanya diam sambil membantu siswa-siswa untuk menenangkan murid-murid yang kesurupan.
"Joni, coba kamu ke Bu Rieka, suruh hubungi Bu Maya, psikiater kenalannya. Mungkin bisa bantu kita di sini," kata kepala sekolah kepada Joni.
"Iya, Pak," jawab Joni cepat dan bergegas ke ruang guru. Tidak lama kemudian, Joni datang bersama Bu Rieke dan menghampiri kepala sekolah.
"Maaf, Pak, kata Bu Maya dia bisa membantu, tapi tarifnya per orang lima ratus ribu rupiah. Bagaimana, Pak?" tanya Bu Rieke menunggu persetujuan kepala sekolah.
"Lho, ini kan darurat... siapa yang mau bayar... wah," kepala sekolah bingung.
"Bagaimana ini, Pak?" tanya Pak Abdur lagi. "Kasihan mereka kalau kelamaan menunggu," lanjut Pak Abdur.
"Ya, terserah bapak saja," jawab kepala sekolah.
"Ya sudah, Jon, kamu tolong panggil Pak Ustaz untuk membantu," kata Pak Abdur cepat. Dan dengan sigap Joni melesat memanggil Pak Ustaz yang bisa membantu murid-murid yang kesurupan.
Pak Ustaz dan Joni datang, dan dengan sigap Pak Ustaz membantu menyembuhkan murid-murid yang kesurupan, dibantu Pak Abdur dan murid-murid yang sadar. Sementara kepala sekolah dan Bu Rieke hanya memperhatikan. Setelah semuanya selesai, seluruh siswa yang kesurupan sudah sadar semua. Pak Ustaz pun pamit. Pak Abdur mengucapkan terima kasih sambil menyelipkan amplop berisi uang lima puluh ribu rupiah.
Thursday, 27 June 2024
Cilegon, 1888
Pada Juli 1888, Cilegon berada
di ambang pemberontakan. Para haji, guru agama, dan petani, yang selama ini
tertindas oleh pemerintahan kolonial Belanda, memutuskan untuk melawan. Suasana
di desa-desa penuh ketegangan. Di tengah malam, bisikan-bisikan tentang rencana
pemberontakan menyebar di kalangan penduduk.
Haji Ismail, seorang pemimpin
kharismatik dan guru agama, menjadi tokoh sentral dalam gerakan ini. Di setiap
majelisnya, Haji Ismail menyampaikan pesan-pesan perjuangan dan keadilan.
Bersama dengan tokoh-tokoh lain seperti Kiai Sanusi dan Haji Mansur, mereka
merencanakan pemberontakan yang matang.
Pada malam yang telah
ditentukan, sekitar seratus orang berkumpul di rumah Haji Ismail. Mereka
mendengarkan pidato terakhir dari sang pemimpin. “Saudara-saudara, kita telah
lama hidup dalam penindasan. Hari ini, kita akan menuntut keadilan. Allah
bersama kita!” teriaknya penuh semangat. Semua orang merespons dengan pekik
takbir yang menggema di seluruh desa.
Keesokan paginya,
pemberontakan meletus. Para petani yang bersenjatakan senjata seadanya
menyerang pos-pos Belanda. Mereka menembus barisan tentara kolonial dengan
keberanian yang luar biasa. Namun, persenjataan dan pengalaman militer Belanda
jauh lebih unggul. Pertempuran berlangsung sengit dan memakan banyak korban di
kedua belah pihak.
Haji Ismail dan rekan-rekannya
terus memimpin serangan, meski tahu peluang mereka tipis. Semangat juang mereka
membuat pasukan Belanda kewalahan. Tetapi akhirnya, kekuatan kolonial berhasil
memukul mundur para pemberontak. Puluhan orang tewas, dan banyak yang
ditangkap, termasuk Haji Ismail.
Malam itu, Cilegon kembali
sunyi. Namun, di penjara kolonial, Haji Ismail dan rekan-rekannya merasakan
ketidakpastian. Mereka tahu nasib mereka tidak akan berakhir baik. Namun,
mereka tetap tegar, berdoa, dan menguatkan satu sama lain.
Pagi itu, keputusan hukuman
dibacakan. Haji Ismail, Kiai Sanusi, dan Haji Mansur dijatuhi hukuman mati
dengan cara digantung. Berita ini menyebar cepat dan menimbulkan kegemparan di
kalangan penduduk. Rasa takut bercampur dengan kemarahan.
Hari eksekusi tiba. Sebuah
tiang gantungan didirikan di tengah alun-alun kota. Penduduk berkumpul, dipaksa
menyaksikan akhir dari perjuangan para pemimpin mereka. Matahari terbit dengan
lambat, seolah enggan menyaksikan tragedi yang akan terjadi.
Ketika Haji Ismail dibawa ke
tiang gantungan, dia tampak tenang. Dengan tatapan penuh keyakinan, dia menatap
penduduk yang hadir. “Jangan pernah takut, saudara-saudaraku. Keadilan Allah
pasti akan datang,” katanya dengan suara yang menggema.
Tali gantung dipasangkan di
lehernya. Haji Ismail memejamkan mata, berdoa untuk terakhir kalinya. Saat tali
itu ditarik, teriakan histeris pecah dari kerumunan. Namun, di antara tangis
dan teriakan, ada juga suara takbir yang tetap menggema, menandakan bahwa
semangat perlawanan tidak pernah padam.
Haji Ismail dan rekan-rekannya
telah tiada, namun keberanian mereka menginspirasi banyak orang. Pemberontakan
mungkin telah dipadamkan, tapi benih-benih perlawanan terus tumbuh di hati
masyarakat Banten. Sejarah mencatat bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia,
menjadi simbol keberanian melawan penindasan.
Hingga hari ini, cerita tentang Geger Cilegon tetap hidup, mengingatkan kita akan keberanian mereka yang berani menantang ketidakadilan meski harus membayar dengan nyawa. Akhir yang dramatis dari Haji Ismail dan rekan-rekannya menjadi pengingat abadi bahwa perjuangan untuk keadilan dan kebebasan selalu layak diperjuangkan.
Tuesday, 23 April 2024
SELAMAT GARUDA MUDA, KALIAN MENOREH SEJARAH!!
Timnas Sepakbola Indonesia kembali mencatat
sejarah dengan gemilang, kali ini dilakukan oleh timnas U-23 yang dibimbing
oleh Shin Tae Yong. Setelah sebelumnya melangkah memperoleh prestasi pertama
dengan lolos ke putaran final Piala Asia, mereka kini tampil di atas panggung
kualifikasi. Awalnya, banyak yang meragukan performa mereka di turnamen ini.
Pasalnya, ini merupakan debut Indonesia di ajang tersebut, ditambah lagi dengan
berada di grup A yang cukup berat, bersama Qatar sebagai tuan rumah, Australia,
dan Yordania. Tantangan yang berat mengingat sejarah sulitnya Indonesia melawan
ketiga negara tersebut, terutama Qatar yang tengah menikmati kebangkitan
sepakbolanya setelah memenangkan Piala Asia 2023.
Perjalanan timnas U-23 dimulai dengan kekalahan
dari tuan rumah Qatar dengan skor 2-0. Meskipun bermain dengan baik, laga ini
tercoreng oleh kontroversi kepemimpinan wasit. Banyak yang merasa keputusan
wasit lebih condong mendukung tuan rumah. Tim Indonesia bahkan harus
menyelesaikan pertandingan dengan sembilan pemain, karena Ivar Jenner mendapat
kartu kuning kedua di awal babak kedua, diikuti Ramadhan Sananta yang diusir
pada menit-menit akhir.
Namun, di laga kedua, Indonesia bangkit dengan
mengalahkan Australia. Satu-satunya gol dicetak oleh Komang Teguh, membuka
peluang Indonesia untuk melangkah ke babak knockout. Performa Indonesia sungguh
impresif, mental mereka tidak tergoyahkan oleh kekalahan sebelumnya. Meskipun
di babak kedua mereka lebih bertahan, mereka berhasil mempertahankan keunggulan
hingga peluit akhir berbunyi. Dan itu merupakan sejarah, karena pertama kalinya
Indonesia mengalahkan Australia di ajang resmi.
Laga ketiga melawan Yordania menjadi penentuan
nasib Indonesia untuk melaju ke fase gugur atau perempat final. Banyak yang
meragukan kemampuan Indonesia melawan tim dari Timur Tengah, namun secara
mengejutkan, Indonesia mampu tampil luar biasa dan mengalahkan Yordania dengan
skor 4-1. Gol-gol Indonesia dicetak oleh Marselino Ferdinand, Witan Sulaeman,
dan Komang Teguh. Meskipun terpaksa kebobolan satu gol akibat bunuh diri Justin
Hubner, Indonesia tetap unggul jauh.
Kemenangan atas Yordania ini membuat Indonesia
mencatat sejarah dengan lolos ke babak knockout untuk pertama kalinya, mengingat
ini adalah debut Indonesia di Piala Asia U-23. Kini, harapan pun berkobar untuk
melaju hingga memperoleh posisi tiga besar, yang akan membawa mereka menuju
Olimpiade Paris 2024. Kita semua menanti kejutan-kejutan selanjutnya dari
anak-anak asuhan Shin Tae Yong ini. Mampukah mereka mewujudkan mimpi tersebut?
Thursday, 22 February 2024
Cerita Misteri : Pengalaman aneh di tahun 2019
Pada tahun 2019, saya mengalami serangkaian
peristiwa yang membuat saya merasa bingung dan terganggu. Awalnya, hampir
setiap malam saya mendengar suara orang yang tampaknya melompat dari atas
tembok ke tempat di belakang samping rumah saya, yang biasanya saya gunakan
untuk menjemur pakaian. Rumah kami berbentuk kotak dengan dua kamar tidur yang
saling berdekatan secara linier, dengan pintu yang menghadap ke ruang tamu dan
ruang keluarga tanpa sekat. Hal ini memungkinkan saya untuk melihat televisi
dari ruang tamu yang terletak di balik dinding kamar mandi. Di samping kamar
belakang adalah dapur, yang berdekatan dengan kamar mandi dan memiliki pintu
keluar di samping rumah. Jendela kamar belakang menghadap ke samping rumah yang
sudah ditutup dengan tembok.
Suara-suara ini membuat saya terganggu,
terutama karena ketika saya mencoba untuk memeriksanya, tidak ada orang yang
terlihat di sana. Meskipun demikian, suara langkah orang di atas atap yang
sering terdengar saya abaikan. Pada suatu
waktu saya pernah meminta istri dan anak saya untuk mengintip lewat jendela kamar
sementara saya dengan berbekal tongkat satpam meyergap dari pintu dapur. Saya meminta mereka teriak untuk member tahu
posisi maling jika memang ada dan saya tidak bisa melihatnya, karena kondisi
yang kurang penerangan. Dengan sigap
saya menyeruak cepat dengan posisi siaga setelah membuka pintu. Namun tidak ada apa-apa, tidak ada pergerakan
atau apapun. Saya mencoba memperhatikan
sekeliling namun tidak menemukan tanda-tanda apapun atau keberadaan orang. Setelah yakin aman maka saya kembali masuk
dan menemukan istri dan anak-anak sedang duduk di sofa ruang televise. “Heh, gimana tadi? Gak liat sesuatu?” tanyaku
ke mereka dengan sedikit heran. “boro-boro
pah, orang tadi mama langsung kabur, jadi kita ikutan kabur kesini..” kata
anakku yang besar. “yah.. pantesan tadi
sepi-sepi aja..” jawabku. “Takut...
nanti pas buka gorden tahu-tahunya ada wajah di jendela..” jawab istriku
senyum-senyum.. jadi setelah kejadian itu aku mengabaikan jika mendengar
suara-suara aneh di belakang atau di atap.
Hari itu sudah agak siang, sekita jam tujuh
pagi. Anak-anak dan istriku sudah
berangkat ke sekolah dan kantor. Aku mengambil
handuk dan bersiap mandi, namun badanku rasanya agak aneh. Tidak biasanya aku merasa kedinginan, padahal
biasanya aku mandi jam tiga atau empat pagi dan tidak pernah kedinginan. “Mungkin badan lagi drop..” kataku dalam
hati. Aku meneruskan mandiku dan...
AArrhhh... aku mengerang kesakitan. Kedua
telapak tanganku terasa begitu sakit seperti di tusuk=tusuk jarum saat aku
menyiram air ke tubuhku. Aku coba
abaikan dan meneruskan mandi, tapi sakitnya semakin terasa jadi aku memutuskan
untuk menyelsaikan mandiku tanpa sabunan.
Hari berikutnya pun sama. Sabtu dan minggu, setiap aku mandi aku
berteriak menahan rasa sakit setiap kali mandi, sehingga istriku
menanyakannya. Aku juga tidak mengerti
kenapa kedua telapak tanganku terasa sakit setiap kali mandi. Tapi secara fisik aku merasa baik-baik
saja. Dan seninnya badanku demam dan
jatuh sakit. Yang kurasakan seperti
sakit gejala typus yang pernah kualami dulu.
Jadi aku memutuskan untuk tidak ke dokter, tapi menitip ke istriku untuk
membelikan obat untuk gejala typus. Dan sakit
itu berjalan selama dua minggu. Namun di
hari sabtu dan minggu badanku terasa enak dan sehat, nanti seninnya sakit
lagi. Di minggu kedualah aku merasa
benar-benar sehat.
Namun pada seninya aku kembali sakit. Kali ini perutku terasa sakit sekali sehingga
aku tidak bangun dari tempat tidur. Kali
ini aku tidak tahu sakitnya apa karena aku belum pernah merasakan sakit seperti
ini. Aku pernah sakit maag, asam lambung
dank ram usus. Namun sakit kali ini beda
dengan sakit-sakait sebelumnya itu. Tapi
aku tetap mengkonsumsi obat lambung dan menggunakan obat-obatan herbal juga
untuk pengobatan. Dan seperti biasa di
hari sabtu sakitnya hilang, badanku sudah sehat kembali walau berat badanku
mulai berkurang , karena selama aku sakit makanan sulit untuk masuk. Sehingga aku minta di sediakan kurma untuk
menjaga metabolisme agar tetap sehat walau hanya makan tiga butir setiap jam
makan. Di minggu kedua sakit lambung ini
aku coba minum jamu kunyit untuk mengobati lambungku, tapi bukannya berkurang
sakitnya malah semakin menjadi-jadi tidak ada jedanya. Untungnya setelah dua minggu lambungku mulai
enakkan tidak sakit lagi. Dan itu
terjadi di hari sabtunya.
Sabtu, minggu berlalu aku merasa sudah cukup
sehat karena aku juga sudah bisa makan normal.
Perutku tidak lagi sakit dan mual, begitu juga saat aku makan. Aku punya kebiasaan bangun di malam hari
untuk buang air kecil. Itu biasa terjadi
antara jam satu sampai dengan jam tiga pagi.
Begitu juga senin itu. Malam itu
aku terbangun, kebetulan aku tidur sendirian di kamar depan, istriku tidur bersama
dengan anak-anak di kamar belakang. Saat
aku bangun telapak kakiku terasa sakit sekali.
Setiap kali aku bangun berdiri, telapak dan punggung kaki kananku sakit
sehingga aku terjatuh lagi karena tidak bisa menahan rasa sakitnya. Karena sudah kebelet aku berusaha untuk
bangun dengan sedikit mengerang untuk menambah tenaga. Namun sia-sia bukannya berhasil malah suaraku
membangunkan istriku dan menghampiriku. “Kenapa
pa?” Tanya istriku. “ Gak tahu nih, kaki
sakit banget..” kataku sambil memegang kaki kananku dan mengelus posisi yang
sakit. Istriku mengambil minyak gosok
dan kakiku. “arrgghh.. sakit.” Kataku. “Cuma di oles koq, gak di teken..” kata
istriku. “ Iya, tapi sakit banget..” kataku. Akhirnya aku sendiri yang mengoleskannya. Dan dengan rasa sakit yang masih terasa aku
merangkak ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Sebenarnya aku agak bingun dengan sakitku kali
ini. Karena rasanya sakit sekali, aku
coba berfikir apa ini karena tidak mungkin asam urat karena pisisinya bukan di
persendian. Dan selama ini juga aku belum pernah bermasalah dengan asam urat,
kolesterol ataupun gula darah. Sebelumnya
aku rutin memeriksa darahku dan hasilnya selalu normal. Kalaupun karena makanan rasanya aneh, karena
sudah beberapa waktu makanku hanya kurma, baru dua hari ini aku bisa makan
normal. Walaupun agak bingung tapi aku
anggap saja aku asam urat jadi aku kembali makan kurma dan minum air putih
seperti sebelumnya. Dan di hari sabtu
sakitnya hilang, aku kembali beraktifitas normal. Dan senin atau selasa sakitnya kembali
datang. Setelah sakit yang pertama
selesai setelah beberapa waktu, aku lupa waktunya tapi setiap hari sabtu dan
minggu sakitnya pasti hilang dan sembuh.
Berikutnya sakitnya berpindah-pindah, setelah
di telapak dan punggung kaki kanan sembuh, berikutnya pindah di bawah
pegelangan jempol kaki sebelah kiri. Sakitnya
sma seperti kecengklak. Rasa sakitnya
sama seperti waktu aku main bola tanpa sepatu dan jempolnya ketarik. Aku mulai curiga dengan sakitku, karena ini
tidak normal menurutku. Selain sakitnya
berpindah-pindah, aku juga tidak kemana-mana dan tidak ngapa-ngapain jadi tidak
mungkin kakiku terkilir. Kali ini aku
biarkan saja sakitnya. Kutahan rasa
sakit sambil melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan benar saja setelah sakit di bawah
pergelangan jempol kaki selesai pindah ke sebelahnya, di bawah pergelangan
telunjuk kaki, setelah itu selesai pindah lagi sebelahnya.. begitu terus
setelah sampi ke kelingking, berikutnya semua bagian itu sakit. Kali aku coba mencerna apa yang terjadi. Termasuk coba untuk merukyah diri sendiri
setiap saat.
Aku coba mencari tahu apakah aku pernah
menyakiti seseorang akhir-akhir ini? Masalahnya aku jarang sekali keluar rumah
dan berinteraksi dengan orang-orang setelah resign. Waktuku lebih banyak kuhabiskan di rumah
bersama keluarga. Jadi aku tidak bisa
menemukan apa yang bisa membuat orang ingin melakukan hal-hal seperti ini
kepadaku. Karena tidak mendapatkan
jawaban jadi mengabaikannya tapi sakitnya terus berpindah hingga ke lutut
kiriku. Kali ini rasanya seperti dengkul
kita baru saja menabrak mobil saat kita di bonceng motor. Saya pernah merasakan itu ketika di bonceng
teman sekitar belasan tahun yang lalu. Tapi
kali ini rasanya jauh lebih sakit yang membuat aku tidak bisa menggerakkan
kakiku. Jadi kaki kirikku tidak bisa di
tekuk jika sudah lurus dan begitu juga sebaliknya. Rasanya sakit sekali.
Karena sudah terlalu lama sakit yang ku derita,
istriku berinisiatif untuk memanggil tukang urut yang kebetulan masih
tetangga. Awalnya aku menolak, tapi
karena setelah istriku berangkat kerja ternyata tukang urutnya dating jadi mau
tidak mau aku di urut. Dan jadilah kedua
kakiku di urut. Malamnya setelah di urut
kedua kakiku benar-benar sakit tidak karuan.
Bahkan kali ini aku benar-benar tidak bisa bangun dari tempat tidur, dan
sakitnya benar-benar tanpa jeda. Bukan nyut-nyutan
sakitnya tapi terus menerus dan luar biasa. Selama beberapa hari aku merasakan
sakit ini dan sudah tidak bisa bangun lagi sehingga untuk makan dan minum di
taroh di samping tempat tidurku, dan begitu juga untuk buang air kecil. Aku minta di sediakan botol mineral kosong
ukuran satu liter. Kadang-kadang aku
memaksa ke kamar mandi dengan menggunakan skateboard anakku untuk ke kamar
mandi.
Sakit ini berlangsung beberapa minggu, hingga
rekan-rekan kerja istriku datang untuk menjengukku namun tidak ada perubahan
sakitnya. Sementara adikku beberapakali
datang untuk menemaniku selagi aku sendiri di siang hari. Hingga pada akhirnya keluarga istriku
mengetahui kondisi sakitku dan memaksaku untuk berobat ke dokter. Dengan di gotong aku di bawa ke klinik untuk
di periksa. Namun hasil pemeriksaan
klinik menunjukkan kondisiku baik-baik saja.
Hasil laboratorium pemeriksaan darah menunjukkan kondisiku sehat dan
normal. Karena kondisiku yang parah
tidak bisa jalan, bahkan tidak bisa berdiri kami meminta surat rujukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Seharian saya
di rumah sakit menunggu hasil lab yang lebih lengkap. Sementara aku menunggu dengan infusan yang
berisi obat pereda nyeri dan cairan. Dan
setelah menunggu seharian, di waktu maghrib hasil lab keluar, dan
hasilnya...... Normal.... Sehat... tidak ada penyakit apapun. Kolesterol, asam urat, gula darah dll entah
apa itu karena terlalu banyak.. semuanya menunjukkan kondisi yang sehat. Begitulah karena tidak ada penyakitnya maka
akupun di pulangkan dengan di berikan obat pereda nyeri selama ada obat pereda nyeri itu aku berusaha
melatih kakiku untuk bisa berdiri dan berjalan.
Dan akhirnya berhasil setelah
obat pereda nyerinya habis aku sudah bisa berjalan lagi, walau masih
sempoyongan dan tidak normal.. dan saat
menonton berita di tv, ada berita tentang Corona yang melanda China.
Monday, 12 February 2024
Politik Dinasti dan Demokrasi di Indonesia
Politik Dinasti di Indonesia selalu menjadi isu yang sering di henbuskan dalam ranah politik di negeri ini. Fenomena di mana anggota keluarga pejabat publik atau anggota partai sering kali mengikuti jejak orang tua atau kerabat dekat mereka dalam dunia politik telah menjadi topik hangat dalam diskusi politik. Hal ini seringkali menimbulkan perdebatan mengenai kemungkinan adanya pemberian hak istimewa atau kesempatan yang tidak adil bagi mereka yang memiliki hubungan keluarga dengan pejabat publik yang berkuasa.
Adanya kecenderungan politik dinasti tidak
hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga umum ditemui di banyak negara demokratis
lainnya, termasuk Amerika Serikat. Contohnya, keluarga Kennedy, Clinton, dan
Bush yang memiliki anggota keluarga yang aktif dalam dunia politik, baik di
tingkat lokal maupun nasional. Namun, di negara-negara tersebut, penerimaan
masyarakat terhadap fenomena ini cenderung berbeda. Beberapa melihatnya sebagai
bentuk kesinambungan dalam pelayanan publik yang diwarisi dari keluarga,
sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk nepotisme atau kesempatan yang
tidak adil.
Di Indonesia, terutama saat ini, perdebatan
tentang politik dinasti seringkali terfokus pada keluarga Presiden Jokowi.
Meskipun banyak anggota keluarga Jokowi yang terlibat dalam politik, baik di
tingkat lokal maupun nasional, penting untuk dicatat bahwa mereka juga harus
melewati proses yang sama dengan kandidat lain dalam mendapatkan posisi politik
mereka. Namun demikian, keberadaan orang tua yang berada dalam posisi
berpengaruh tentu memberikan pengaruh dan akses yang lebih besar dalam dunia
politik.
Selain itu, perlunya mempertanyakan sistem
politik yang ada menjadi hal yang sangat penting. Sistem politik yang
transparan, akuntabel, dan merata dalam memberikan kesempatan bagi semua warga
negara adalah kunci untuk mengatasi masalah politik dinasti. Pendidikan politik
yang baik juga perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat memahami pentingnya
memilih pemimpin berdasarkan kualifikasi dan visi, bukan hanya karena hubungan
keluarga atau kekuatan politik tertentu.
Integritas dan independensi lembaga-lembaga
pengawas, seperti lembaga legislatif, juga harus diperkuat untuk memastikan
bahwa tidak ada penyalahgunaan kekuasaan atau fasilitas negara yang terjadi
dalam proses politik. Konflik kepentingan dan praktik-praktik korupsi harus
ditekan dengan keras agar proses politik berjalan secara adil dan demokratis.
The Ever-Evolving Nature of Knowledge
Knowledge is not stagnant; it is a dynamic
force that constantly evolves with time and understanding. To believe otherwise
is to overlook the essence of knowledge itself. Let's delve into why the growth
of knowledge is not just beneficial but essential for our intellectual and
societal progress.
1. Adaptation to Change
The world around us is in a perpetual state of
flux. New discoveries, technological advancements, and cultural shifts shape
our understanding of the world. As such, knowledge must adapt to keep pace with
these changes. Embracing the evolving nature of knowledge allows us to stay
relevant and responsive to the needs of our time.
2. Expansion of Horizons
The pursuit of knowledge knows no bounds. Each
breakthrough opens new vistas of exploration, inviting us to delve deeper into
the mysteries of the universe. By recognizing that knowledge is boundless, we
free ourselves from the constraints of ignorance and embrace the endless
possibilities that lie ahead.
3. Critical Reflection and Revision
A fundamental aspect of knowledge is its
susceptibility to scrutiny and refinement. What we once held as true may be
challenged by new evidence or perspectives. This process of critical reflection
and revision is not a sign of weakness but a testament to the robustness of the
scientific method. It is through questioning and reevaluation that knowledge
advances and matures.
4. Innovation and Creativity
The evolution of knowledge fuels innovation and
creativity. As we build upon existing foundations, we uncover novel insights
and solutions to age-old problems. By encouraging a culture of exploration and
experimentation, we pave the way for groundbreaking discoveries that propel
humanity forward.
5. Ethical Responsibility
With the power of knowledge comes great responsibility.
It is incumbent upon us to wield knowledge ethically and responsibly. This
entails acknowledging the limitations of our understanding, respecting diverse
viewpoints, and ensuring that knowledge is used for the betterment of society
as a whole.
In conclusion, the notion that knowledge must
evolve is not a condemnation of past wisdom but a celebration of our capacity
for growth and discovery. Let us embrace the ever-evolving nature of knowledge,
for it is through continuous learning and adaptation that we truly unlock the
boundless potential of the human intellect.
#KnowledgeEvolution #IntellectualProgress
#ContinuousLearning #InnovationMatters
Friday, 9 February 2024
IKN, untuk kepentiangan siapa?
Pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) dan rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur merupakan inisiatif besar yang telah menimbulkan berbagai kritik. Namun, beberapa kritik yang sering dilontarkan ternyata didasari oleh mispersepsi yang perlu diperjelas. Mari kita telaah lebih dalam.
1. Pembangunan IKN Hanya untuk Kepentingan Aparat, Bukan
untuk Pemerataan Pembangunan dan Ekonomi
Faktanya, pembangunan IKN adalah bagian dari upaya
pemerintah untuk mendorong pemerataan pembangunan dan ekonomi di seluruh
Indonesia. Dengan memindahkan aparat pemerintahan pusat ke IKN, maka aktivitas ekonomi di
sana akan meningkat secara signifikan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa kehadiran aparat
pemerintahan pusat dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
Dengan demikian, pembangunan IKN bukan hanya untuk kepentingan aparat, tetapi
juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di daerah-daerah di luar Jawa, utamanya di wilayah
timur Indonesia.
2. Pemindahan
Ibu Kota Hanya untuk Menghindari Masalah yang Ada di Jakarta Saat Ini
Salah kaprah untuk menganggap bahwa pemindahan ibu kota
adalah upaya untuk menghindari masalah di Jakarta. Sebaliknya, ini adalah
langkah strategis untuk mengatasi masalah-masalah yang telah lama menghantui
ibu kota, seperti kemacetan, banjir, dan overcapacity.
Sebagai tambahan, pemindahan ibu kota tidak akan mengurangi
tanggung jawab Gubernur Jakarta dalam menangani masalah di ibu kota.
Sebaliknya, ini akan memungkinkan pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja
sama dalam menangani masalah infrastruktur dan lingkungan yang kompleks di
Jakarta.
Pemindahan ibu kota bukan hanya tentang mengurangi beban
Jakarta, tetapi juga tentang memperkuat daerah-daerah lain di Indonesia. Dengan
mengalihkan pusat administrasi negara ke Kalimantan Timur, ini akan membantu
mengurangi ketimpangan antara Jakarta dan daerah-daerah lainnya.
Sebagai tambahan, ini akan mengurangi ketergantungan Jakarta
pada pemerintah pusat, sehingga tidak akan ada kesenjangan perlakuan dari
pemerintah pusat terhadap Jakarta dibandingkan dengan daerah lainnya.
Penutup: Meluruskan Persepsi
Saturday, 6 January 2024
"Peningkatan Kualitas Berpikir: Mebuka Pintu Keterbukaan Ilmu Pengetahuan di Masyaraka
Perdebatan terkait nasab Habaib Ba’alawi
belakangan ini menyoroti pola berfikir dan pendekatan pemahaman ilmu di
Indonesia, khususnya di kalangan Islam tradisional. Baik di antara masyarakat
awam maupun kalangan yang dihormati sebagai ulama, sebagian masih cenderung
mengedepankan individu dibandingkan dengan substansi ilmunya. Pengkultusan
terhadap figur ulama terdahulu pun masih kerap terjadi. Akibatnya, saat ulama
kontemporer melakukan kajian atau mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan
pendapat ulama sebelumnya, seringkali timbul pertanyaan 'Apakah Anda merasa
lebih berpengetahuan daripada Syech Nawawi al Bantani?'
Perdebatan yang timbul seringkali memusatkan
perhatian pada identitas individu ulama yang dikultuskan, daripada pada
substansi objek yang sedang dibahas atau dikaji. Fenomena ini tidak hanya
terjadi di kalangan masyarakat awam, santri, atau para ulama yang diakui.
Pengkultusan ini cenderung menimbulkan pola
pikir yang sempit, yang membatasi daya berpikir positip dan progresif. Padahal pada dasarnya ilmu pengetahuan terus
berkembang dan jika pola pikir seperti itu tetap di pegang maka akan terjadi
kemandegan ilmu pengetahuan, sehingga kalimat yang mengatakan bahwa “hilangnya
ilmu di sebabkan karena meninggalnya ulama” akan benar-benar terjadi. Bayangkan jika hal tersebut terjadi pada
lingkungan scientist, jika Albert
Einstein menyampaikan teori relativitas yang berbeda dengan Sir Isaac Newton,
lalu para ulama scientist berkata “memangnya siapa kamu? Apa kamu lebih
berpengetahuan dari Newton?” tentu ilmu
Fisika tidak akan berkembang seperti sekarang.
Bahwa hilangnya ilmu karena di wafatkannya para Ulama justru menjadi
peringatan bagi kita bahwa jika kita mengkultuskan individu dan bukan subtansi
keilmuannya maka niscaya ilmu akan stagnan dan mungkin akan habis.
Pengkultusan semacam ini cenderung menimbulkan
paradigma yang terbatas, yang menghambat kemampuan untuk berpikir secara
positif dan progresif. Padahal, realitasnya ilmu pengetahuan terus berkembang,
dan apabila pola pikir yang sempit itu dipertahankan, kemungkinan terjadi
stagnasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ungkapan yang menyatakan
'kehilangan ilmu karena kematian ulama' bisa menjadi lebih nyata. Bayangkan
jika paradigma semacam itu diterapkan pada lingkungan ilmuwan. Jika Albert
Einstein, misalnya, mempresentasikan teori relativitas yang berbeda dengan Sir
Isaac Newton, dan para ilmuwan bertanya, 'Siapakah Anda? Apakah Anda lebih
berpengetahuan daripada Newton?' Tentu saja, ilmu Fisika tidak akan berkembang
sejauh ini. Kehilangan ilmu akibat meninggalnya ulama seharusnya menjadi
peringatan bagi kita. Jika kita terus mengkultuskan individu dibandingkan
substansi keilmuannya, bisa dipastikan bahwa ilmu akan terhenti dan bahkan
mungkin habis.
Pola pikir yang sempit dalam menerima ilmu
pengetahuan di masyarakat kita mungkin disebabkan oleh beberapa faktor:
1.
Tradisi Kultural: Adanya warisan budaya atau
tradisi yang menekankan untuk tidak mempertanyakan otoritas, sehingga orang
cenderung mengikuti arahan tanpa melakukan analisis atau pemikiran kritis
terhadap informasi yang diterima.
2.
Kurangnya Pendidikan Pemikiran
Kritis: Sistem
pendidikan yang tidak memperhatikan pengembangan keterampilan berpikir kritis
dalam menyikapi informasi, lebih mengarah pada penghafalan tanpa memahami atau
menilai secara objektif.
3.
Pengaruh Otoritas Agama: Kepercayaan yang kuat terhadap
ulama atau figur agama tertentu bisa mengarah pada pengkultusan, membuat
masyarakat merasa takut untuk berfikir atau menentang pendapat yang dianggap
otoritatif.
4.
Ketakutan akan Kesalahan: Kultur
yang memojokkan kesalahan atau merasa takut salah dalam berpikir sehingga masyarakat lebih memilih
untuk mengikuti apa yang sudah diberitahukan daripada mempertanyakan atau
berpikir secara mandiri.
5.
Kurangnya Akses Pendidikan dan
Informasi yang Baik:
Terutama di daerah pedesaan atau yang sulit dijangkau, masyarakat tidak
memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan atau informasi yang dapat
memperluas wawasan dan pemahaman mereka.
6.
Kultur Konspirasi dan Fitnah: Adanya kecenderungan mendukung
teori konspirasi atau fitnah sebagai penjelasan sederhana atas masalah
kompleks, tanpa pertimbangan ilmiah yang kuat.
Mendorong pemikiran kritis, meningkatkan akses
terhadap pendidikan dan informasi yang baik, serta memberikan kesempatan untuk
bertanya dan mempertanyakan tanpa rasa takut adalah langkah awal dalam
mengatasi pola pikir yang sempit dalam menerima ilmu pengetahuan.