Total Pageviews

Friday 9 June 2023

JANGAN BELAJAR SAMA DIA, NANTI TERSESAT

 

Di suatu kota yang terisolasi, terdapat sebuah sekte masyarakat yang taat dan patuh kepada seorang pemimpin yang dianggap terhormat dan suci. Pemimpin ini melarang pengikutnya untuk mempelajari selain dari dia dan melarang mereka untuk belajar hal-hal selain yang di ajarkannya karena mereka bisa tersesat bila tidak mengikutinya, mengendalikan kehidupan dan pemikiran para pengikutnya. Meskipun beberapa orang meragukan kemampuan dan kebijaksanaannya, namun keturunan terhormat pemimpin tersebut tetap membuat mereka menghormati dan mempercayainya.

 

Suatu hari, kelompok tersebut dikumpulkan dalam sebuah gedung dan dikunci di dalamnya. Di tengah ketegangan, terdengar suara ledakan di luar. Rasa panik dan kebingungan menyelimuti mereka. Beberapa orang mulai bertanya-tanya tentang asal muasal suara tersebut, namun pemimpin mereka dengan tegas mengatakan bahwa mereka sedang diserang oleh musuh yang tidak terlihat.

 

Namun, di antara mereka ada seorang pemuda yang memiliki pandangan berbeda. Dia berani menyuarakan keraguan dan meragukan narasi pemimpin. Dengan berani, pemuda itu menyatakan bahwa suara yang mereka dengar lebih mirip dengan petasan daripada suara bom. Dia juga mengingatkan bahwa kelompok mereka tidak memiliki musuh dan bahwa mereka seharusnya tidak terjebak dalam ketakutan yang tidak perlu.

 

Namun, pemimpin dengan lantang menolak pandangan pemuda tersebut. Dia menyebut pemuda itu bodoh dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pemimpin meyakinkan kelompoknya bahwa hanya kepada dia mereka harus belajar dan mengikuti, dan mencari informasi dari sumber lain akan menyesatkan mereka.

 

Namun, ketika kelompok itu masih terkurung di dalam gedung, mereka mulai mendengar keramaian di luar. Mereka mendengar riuhnya pesta, petasan, dan tawa riang. Rasa penasaran menguasai mereka. Beberapa orang mulai mempertanyakan kebenaran pernyataan pemimpin dan meragukan narasi yang diberikan.

 

Dalam keadaan ketakutan dan kebingungan, mereka memutuskan untuk mencari tahu kebenaran sendiri. Mereka merobohkan pintu gedung dan keluar, menyaksikan suasana pesta yang berlangsung di luar. Semua orang bahagia, makan bersama, dan membunyikan petasan. Mereka menyadari bahwa mereka telah diperdaya oleh pemimpin mereka. Mereka menyadari bahwa pemimpin tersebut telah memanipulasi informasi, menekan pemikiran kritis, dan mengendalikan mereka dengan kekuasaannya.

 

Dari pengalaman pahit ini, kelompok tersebut belajar akan pentingnya berpikir kritis, mencari kebenaran secara mandiri, dan tidak terjebak dalam ketaatan buta. Mereka menyadari bahwa kehormatan dan reputasi seseorang tidak selalu mencerminkan kebijaksanaan dan kebenaran. Mereka bersumpah untuk tidak lagi mengizinkan diri mereka diperdaya oleh pemimpin yang tidak bertanggung jawab.

 

Cerita ini mengilustrasikan pentingnya pemikiran kritis, penolakan terhadap manipulasi, dan keberanian untuk mencari kebenaran di luar dari apa yang diucapkan oleh para pemimpin. Menghargai kebebasan berpikir dan mempertanyakan otoritas adalah langkah awal menuju pemahaman yang lebih mendalam dan kebenaran yang sejati.

 

Cerita di atas mencerminkan beberapa cacat logika atau kekeliruan dalam berfikir yang dapat diidentifikasi. Berikut adalah beberapa contoh:

 

1.       Argumentum ad verecundiam (argumen otoritas):

Orang-orang dalam kelompok tersebut taat kepada pemimpin mereka hanya karena keturunan terhormat dan reputasi pemimpin itu, bukan karena kebijaksanaan atau kemampuannya dalam memimpin. Mereka tidak berdasarkan pada pemikiran logis atau bukti konkret, melainkan mengandalkan klaim otoritas semata.

 

2.       Kebutaan terhadap kebenaran dan informasi:

Pemimpin memerintahkan mereka untuk tidak mencari informasi atau belajar dari sumber lain selain dirinya sendiri. Hal ini mengindikasikan pemahaman yang terbatas dan penolakan terhadap kebenaran yang dapat ditemukan di luar pemimpin. Ini merupakan cacat logika karena menolak kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan beragam.

 

3.       Penolakan terhadap pemikiran kritis:

Ketika seorang pemuda mencoba untuk menyampaikan keraguan dan alternatif pemikiran, pemimpin serta kelompoknya menolaknya dengan menganggapnya bodoh dan tidak berpengetahuan. Mereka menekankan ketaatan buta terhadap pemimpin dan menekan kelompok untuk tidak mempertanyakan atau mengkritik perintahnya. Hal ini menghambat kemampuan kelompok untuk berpikir secara kritis dan membuka ruang bagi manipulasi dan pengendalian.

 

4.       Ketidaktepatan dan penyalahgunaan informasi:

Pemimpin menggunakan informasi palsu tentang ledakan dan musuh yang sedang menyerang mereka. Pernyataan bahwa ledakan tersebut adalah bom, sedangkan sebenarnya hanya petasan, mengindikasikan ketidaktepatan informasi yang digunakan untuk mempengaruhi emosi dan kontrol kelompok.

 

5.       Penolakan terhadap bukti dan realitas:

Meskipun ada keramaian dan pesta di luar gedung dengan makanan dan petasan, pemimpin dan kelompoknya menolak untuk melihat realitas di luar. Mereka memilih untuk mempercayai narasi pemimpin, meskipun ada bukti nyata yang bertentangan dengan pernyataannya.

 

Cacat logika dan kekeliruan dalam berfikir ini menggambarkan bagaimana ketaatan buta, manipulasi informasi, dan penolakan terhadap pemikiran kritis dapat mempengaruhi individu dan kelompok untuk melihat dunia dengan cara yang tidak rasional dan tidak akurat.

No comments:

Post a Comment