Dalam sebuah video yang beredar di Youtube ada
seorang habib mengatakan bahwa “ada orang-orang yang mulai mengkiritik habib,
orang-orang seperti ini sama dengan Iblis”.
Mungkin kutipan tersebut tidak sama persis dengan kalimat sebenarnya,
tapi secara esensi sama bahwa habib itu tidak boleh di kritik, tidak boleh di
pertanyakan, secara tidak langsung habib itu maksum. Tidak ada seorangpun yang berhak mengkritik
habib, baik itu orang alim, atau berilmu, apalagi masyarakat biasa.
Untuk itu marilah kita coba untuk mengenal
Iblis, siapakah iblis dan bagaimanakah Iblis itu?.
Dalam Al Qur’an di jelaskan bahwa Iblis adalah
malaikat yang menolak untuk sujud kepada Adam,
kenapa? Karena Iblis merasa dia lebih mulia. Dia merasa memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dan lebih berilmu, sehingga tidak pantas jika dia bersujud kepada Adam
yang hanya manusia yang terbuat dari tanah,
Berdasarkan cerita di atas maka bisa kita
simpulkan bahwa sifat-sifat yang seperti itu di nisbatkan sebagai sifat
Iblis. Apaa saja sifat yang melekat pada
Iblis?
Sombong dan Angkuh :
Sifat Iblis yang paling jelas adalah sombong dan angkuh, kesombongan iblis yang enggan menyembah Adam
karena dirinya merasa lebih mulia, baik secara nasab maupun secara kedudukan,
dia merasa memiliki jasa yang lebih di bandingkan Adam. Oleh karena itulah Iblis berani ingkar
terhadap perintah Tuhan. Kesombongan
Iblis berani menabrak semua ajaran dan tuntunan yang selama di ketahuinya dan
melawan keputusan Tuhan.
Berdasarkan paparan di atas maka siapakah yang
lebih menyerupai Iblis. Apakah orang-orang
yang mengkritik atas kelakuan atau ucapan oknum Habaib yang tidak sesuai dengan
ajaran Nabi Muhammad SAW ataukah mereka yang justru menyombongkan diri dengan
nasab dan tidak bisa menerima kritik dari pihak manapun, bahkan cenderung
melakukan propaganda dan provokasi terhadap mereka yang mengikutinya dengan fanatic
buta.
Dalam konteks yang lebih luas, perlu dicatat
bahwa pendekatan kritis terhadap individu, termasuk habaib atau siapa pun yang
memiliki otoritas keagamaan, tidak dapat disamakan dengan sifat Iblis. Kritik
yang disampaikan dengan sopan, niat baik, dan tujuan konstruktif adalah bagian
dari kebebasan berpendapat dan upaya untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.
Namun, jika kritik itu bersifat memfitnah, menyerang secara pribadi, atau
bertujuan untuk merusak reputasi tanpa dasar yang kuat, maka hal itu dapat dianggap
sebagai perilaku yang tidak etis.
I. Mengenal Sifat-sifat Iblis
A. Sombong dan Angkuh
·
Iblis
menolak bersujud kepada Adam karena merasa lebih mulia.
·
Kesombongan
dan angkuhnya membuatnya melawan perintah Tuhan.
B. Ingkar terhadap Perintah Tuhan
·
Iblis
melanggar perintah Tuhan dengan menolak bersujud kepada Adam.
·
Kebanggaan
dirinya membuatnya berani menabrak ajaran dan tuntunan yang diterimanya.
II. Mengkritik dengan Niat Baik dan Konstruktif
A. Kebebasan Berpendapat dan Tantangan
Konstruktif
Kritik yang bersifat membangun dapat
membantu individu atau komunitas untuk berkembang.
Pertanyaan dan tantangan yang diajukan dengan
niat baik dapat mendorong refleksi dan introspeksi.
B. Pentingnya Pendekatan yang Bermartabat
1.
Kritik
yang disampaikan dengan sikap saling menghormati dan menghargai akan lebih
diterima.
2.
Memisahkan
antara individu dengan tindakan atau pernyataannya adalah penting dalam
memberikan kritik yang adil.
III. Menyikapi Propaganda dan Fanatisme Buta
A. Menghindari Provokasi dan Fanatisme
1.
Provokasi
dan fanatisme buta tidak membantu menciptakan dialog yang bermakna.
2.
Penting
untuk menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi dan merugikan
kedamaian sosial.
B. Membuka Ruang untuk Dialog dan Pemahaman
1.
Membangun
jembatan komunikasi yang sehat dapat membantu mengatasi perbedaan pendapat.
2.
Memiliki
keterbukaan untuk mendengarkan perspektif yang berbeda dapat membantu
memperluas pemahaman.
Kesimpulan:
Mengkritik habaib atau individu yang memiliki
otoritas keagamaan bukanlah tindakan yang secara otomatis menyamakan seseorang
dengan sifat Iblis. Kritik yang disampaikan dengan niat baik, sopan, dan tujuan
konstruktif adalah bagian dari kebebasan berpendapat dan upaya untuk mencapai
pemahaman yang lebih baik. Namun, penting untuk menghindari propaganda,
fanatisme buta, dan sikap yang merusak reputasi tanpa dasar yang kuat. Dialog
yang bermartabat dan saling menghormati dapat membantu mengatasi perbedaan
pendapat dan mempromosikan harmoni dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment